Jumat, 03 Juli 2009

Rp 50-80 M untuk Kesehatan Gratis

Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) terpilih Sulawesi Selatan (Sulsel), Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu'mang, memperkirakan kebutuan dana untuk menwujudkan pelayanan kesehatan gratis sekitar Rp 50 miliar hingg Rp 80 miliar.
Agus mengungkapkan hal tersebut dalam wawancara dengan Tribun di kediaman dinas Agus di Makassar, Senin (19/11) malam. Pasangan Syahrul-Agus menjadikan pendidikan dan kesehatan gratis sebagai "jualan" mereka kampanye pilkada lalu.

"Ini angka maksimal yang sudah kita hitung. Selanjutnya, kita tinggal mencari pola yang akan digunakan. Apakah dana diberikan langsung kepada rumah sakit atau menggunakan jasa asuransi," jelas Agus.

Agus menegaskan, ke depan tidak boleh lagi ada rakyat Sulsel yang meninggal karena tidak punya biaya untuk masuk rumah sakit atau tidak bisa membeli obat.

Pelayanan kesehatan gratis sudah dilaksanakan di sejumlah daerah meski belum merata untuk semua pelayanan. Di Kabupaten Pangkep, pemkab membebaskan biaya pelayanan kesehatan di puskesmas dan rumah sakit umum.
Bahkan, tahun depan Pemkab Pangkep akan memberikan pelayanan kesehatan gratis untuk pelayanan operasi untuk semua lapisan masyarakat.
Sedangkan di Makassar, masyarakat mendapat pelayanan kesehatan gratis di puskesmas sejak tahun 2003 lalu. Namun pelayanan gratis di rumah sakit hanya berlaku bagi pemegang kartu Askes Miskin.

Dihubungi terpisah, pakar manajemen kesehatan Universitas Hasanuddin, Prof Dr Amran Razak Msc, menilai untuk menjalankan program kesehatan gratis, harus ada pertemuan antara pemprov, pemkab/pemkot, persetujuan dari DPRD Sulsel, dan DPRD kabupaten/kota.
Gebrakan
Dalam perhitungan Agus, angka Rp 50 miliar- Rp 80 miliar sudah bisa meng-cover biaya kesehatan masyarakat Sulsel, sudah termasuk insentif tenaga kesehatan.

"Ini memang gebrakan, tapi ini belum final. Polanya juga tak jauh dari dua pola yang sudah saya sebutkan," ujar Ketua DPRD Sulsel ini.
Agus menambahkan, selain dana APBD, pihaknya juga berharap dana dari APBN. Sebagai kepala daerah, dia akan berjuang meyakinkan pemerintah pusat bahwa anggaran tersebut untuk kepentingan rakyat.

"Rakyat itu miliknya kabupaten, provinsi dan pusat. Polanya nanti bagaiamana, tentu ini akan masuk di APBD kabupaten. Daerah lain sudah jalan. Kita tinggal permantap polanya," jelasnya.
Saat ditanya soal pelayanan kesehatan gratis sampai tingkat III yang diucapkan Syahrul saat menyampaikan pidato persahatan di Benteng Rotterdam, pekan lalu, Agus menjelaskan, tingkatan yang dimaksud adalah pelayanan rawat inap (kelas) di rumah sakit pemerintah.
"Di rumah sakit ada kelas-kelasnya. Kalau ada masyarakat yang mau naik kelas tentu ditambah. Tapi yang ditanggung pemerintah ya kelas III itu saja. Selisihnya menjadi tanggungan pasien," ujarnya.


Belum Konkret
Sedangkan Amran menilai, pelayanan kesehatan gratis masih sangat berat dilaksanakan di Sulsel. Alasannya, secara kelembagaan intrumen dan aturannya belum jelas dan kongkret, secara baik secara nasional maupun peraturan daerah (perda).

Problem lain, terkait dengan anggaran pemprov dalam bidang kesehatan. Dia mencontohkan dana program Askes Miskin dari pemerintah pusat banyak yang tidak cair.
Problem lain, rumah sakit regional seperti RSU Wahidin Sudirohusodo yang di bawah naungan Departemen Kesehatan RI punya kebijakan sendiri.

Amran menyebutkan, filosofi kesehatan adalah orang kaya jatuh sakit menggunakan dua sampai tiga kali gajinya untuk biaya kesehatan.
Sedangkan orang miskin yang sakit menggunakan lima- sampai tujuh kali penghasilan untuk biaya berobat untuk dirawat di rumah sakit.
"Jadi, kesehatan gratis baru sebatas komoditas politik. Masih sulit diterapkan di masyarakat kita, sebab piranti stukturalnya belum lengkap. Komponen biaya kesehatan masih mahal dan tidak mungkin di gratiskan," ujar Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas ini.
Amran menjelaskan, di negara maju kesehatan gratis bisa diterapkan karena biaya kesehatan di ambil dari sudisidi pajak konsumen dan pajak perorangan.
Terkait dengan pelayanan kesehatan gratis hingga tingkat III, Amran mengatakan kebijakan tersebut sudah berjalan dan sudah jadi tanggungjawab pemerintah.
Sebab dalam UUD 1945 amandemen pasal 34, menyatakan bahwa pelayanan kesehatan tanggug jawab pemerintah.

"Bila itu yang dimaksud itu bukan hal yang baru lagi dan sudah menjadi kebijakan pemerintah pusat, jadi biar tidak dijanjikan itu pasti sudah dilaksanakan, sebab itu sudah menjadi kewajiban pemerintah pusat dan daerah di seluruh Indonesia," jelasnya.


Hak Dasar
Sedangkan Syahrul menegaskan, bahwa komitmennya untuk mengratiskan pendidikan dan kesehatan karena kedua hal itu merupakan hak dasar rakyat yang harus dipenuhi pemerintah.

"Artinya, kalau ada anak sakit, istri sakit, anak sakit, dan kemudian terbaring sakit menderita dan tidak mampu berbuat apa-apa karena tidak punya uang untuk dirujuk ke rumah sakit atau puskesmas, maka pemerintahan ini bubar saja. Pemerintah digaji oleh rakyat," katanya,
Ditegaskan, jika Syahrul-Agus bilang gratiskan pendidikan dan kesehatan itu memenuhi standar pemerintahan maka siapa saja yang merasa pemerintah harus bisa memenuhi itu.
"Tidak boleh seorang kepala desa, kepala kelurahan , camat, bupati, apalagi gubernur tega melihat orang yang terkapar dan tak berdaya karena tidak punya uang untuk masuk rumah sakit . Kesehatan gratis menjadi bagian. Bahwa di dalam rumah sakit ada yang harus dibayar bagi mereka yang mampu. Tentu dia pakai fasilitas yang harus dibayar dan dia bisa mendapatkan tambahan-tambahan dari standar-standar penggratisan yang ada," katanya.

"Tentu kami mohon bersabar. Tiga bulan ini adalah tempat saya melakukan konsolidasi. Saya akan bicarakan dengan semua pihak, saya akan lobi dan kasi pengertian. Mohon kerja sama para bupati/wali kota untuk bagaimana kita melangkah untuk itu. Yang jelas, pemerintah provinsi mencoba untuk melakukan yang lebih besar sesuai kepentingan rakyat," katanya.
Syahrul menegaskan asuransi kesehatan tetap jadi andalan. "Saya pernah belajar dan hidup di Australia. Di sana asuransi ikut bermain. Di beberapa tempat, agar terjadi kualitas beban pembiayaan terefleksi lebih bagus dengan hadirnya lembaga ekonomi mengambil bagian. Mudah-mudahan itu bisa diwujudkan," katanya. (Tribun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar